Rektor IPEBA Cirebon dan TIM Moderasi Beragama Kemenag RI berikan kajian kerukunan Indonesia di Jerm
Kunjungan Rektor IPEBA di Jerman
Gambar : Kunjungan Rektor IPEBA di Jerman
Para pemimpin agama di Jerman menggelar dialog antaragama di Seminari Misionaris Steyler, Sankt Augustin, Jerman, pada Sabtu (2/3/2024). Kegiatan ini mengkaji keberagaman dan kerukunan umat beragama yang terjadi di Indonesia.
Turut hadir dalam kegiatan ini Duta Besar RI untuk Jerman Arif Havas O, Konjen RI Frankfurt Antonius Yudi Triantoro, dan Konjen RI Hamburg Renata Siagian.
Selain itu, hadir duta para kiai dan nyai pengasuh pondok pesantren di Indonesia. Di antaranya KH Zahrul Azhar Asumta dari Pesantren Darul Ulul Jombang, , KH Jazilus Sakhok dari Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta, KH Muhammad Najib dari Pesantren Al Anwar 3, KH Hadi Musa Said dari Pesantren Al-Hikamussalafiyah Cipulus, dan Nyai Zulia Khoirun Nisa dari Pesantren Darul Huda. Dan Dr. KH. Syarif Abubakar Rektor Institut Pesantren Babakan (IPEBA) Cirebon.
Hadir juga pemantik diskusi I Ketut Adnyana, seorang Nyaman Braya dari Bali. Acara ini pun dihadiri lebih dari 150 orang yang merupakan tokoh komunitas dan organisasi keagamaan, diaspora Indonesia di Jerman, Belgia, dan Belanda.
Kegiatan ini mengkaji keberagaman dan kerukunan umat beragama yang terjadi di Indonesia. Kegiatan Dialog Antar-Agama dengan tema How is Indonesian Religious Harmony Practised in Germany merupakan kerja sama antara Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jerman dengan Steyler Missionare Sankt Augustin Jerman, Kementerian Agama Republik Indonesia, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Indonesia.
Ketua Penyelenggara Puteri Ramadani Jumadi menyampaikan bahwa kegiatan dialog antaragama itu dilatarbelakangi oleh situasi global akibat meningkatnya polarisasi, ekstremisme, dan xenofobia terhadap agama. Di tingkat lokal Jerman sendiri terjadi peningkatan keberagaman agama karena arus migrasi dan globalisasi.
"Pada tataran itulah Indonesia memiliki pengalaman sebagai referensi penting untuk membangun kehidupan harmonis di tengah keberagaman agama dan suku bangsa," ucap Puteri melalui keterangan tertulis yang diterima NU Online, Ahad (3/3/2024).
Menteri Agama Republik Indonesia Yaqut Cholil Qoumas melalui sambutan tertulisnya, menggambarkan tradisi dan kepercayaan di Indonesia telah mendorong warga negara untuk memahami, menggambarkan, dan menerjemahkan perbedaan menjadi fakta yang dapat dipahami dan disesuaikan dengan interaksi sosial di antara sesama warga negara.
Namun demikian, Indonesia juga memiliki sejarah kerja keras untuk mengelola perbedaan, mengatasi konflik dan tekanan untuk memperkuat harmoni dan toleransi.
"Budaya toleransi di Indonesia juga menjadi fondasi dari demokrasi di Indonesia. Oleh karenanya, memperkuat dan menjaga budaya toleransi agar senantiasa terbuka, mendorong masyarakat yang pluralistik adalah akar untuk memelihara demokrasi dan memastikan hak asasi manusia," jelas Menag Yaqut.
R?stu Aslandur dari Deutschprachige Muslimkreis Karlsruhe (DMK) atau Komunitas Muslim Jerman menyampaikan sejumlah upaya membangun harmoni dengan umat agama lain. Di antaranya membangun dialog dengan komunitas Yahudi, kunjungan ke Sinagog dan melibatkan anak-anak dalam membangun Garten of Religion.
"Selama 15 tahun terakhir DMK rutin mengirimkan ucapan Natal kepada penduduk lokal dan doa kedamaian dengan komunitas agama lain," ucap R?stu.
Lecturer of the Philosophisch-Theologische Hochschule SVD Sankt Augustin Vinsensius A G menguraikan tentang semangat gereja dalam menolak kekerasan dan diskriminasi. Semangat tersebut penting untuk terus dikembangkan oleh semua komunitas umat beragama terlebih sebagai manusia.
"Kesadaran sebagai sesama manusia semestinya mampu melahirkan spirit keharmonisan," tegasnya.
Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Sahiron mencermati pengamalan dan tantangan Indonesia dalam membangun moderasi beragama. Ia menjelaskan, ada empat hal penting yang perlu untuk terus dikuatkan yakni toleransi, anti kekerasan, penghormatan terhadap tradisi dan kearifan lokal, serta komitmen kebangsaan.
"Moderasi beragama memiliki landasan hukum yang kuat dalam Islam, baik dalam Al Quran maupun Sunnah, sebagaimana ketika Nabi Muhammad beserta seluruh warga di Madinah dengan berbagai keragaman suku dan agama menghasilkan Piagam Madinah," jelas Prof Sahiron.
"Kunjungan ini merupakan langkah strategis yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk menegaskan bahwa bangsa kita dapat menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain" tutup Dr. KH. Syarif Abubakar, Rektor IPEBA Cirebon